Konsep Syukur dan kufur dalam QS. Ibrahim Ayat 7: Analisis Tafsir tematik

Tausiyah - Bersyukur adalah sikap mulia yang mencerminkan keimanan seorang hamba kepada Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam Surah Ibrahim ayat 7:


 وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ


“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” Ayat ini menegaskan bahwa syukur bukan sekadar ucapan, tetapi pengakuan hati dan perwujudan dalam perbuatan. Dengan bersyukur, manusia belajar melihat nikmat kecil maupun besar sebagai karunia Allah. Sikap ini menumbuhkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari keluh kesah, dan menguatkan hubungan dengan Sang Pemberi nikmat. Bersyukur juga menjadi kunci bertambahnya kebaikan dalam hidup. 


Dalam kitab Tafsir Hidayatul Qur'an karya KH. M. Afifuddin Dimyathi, berikut penjelasan beliau: 


والمعنى: وإذ أقسم ربكم بعزته وجلاله لئن شكرتموني على نعمي لأزيدنكم من فضلي، ولئن كفرتم نعمي لأعذبنكم، فإن عذابي شديد.


Artinya: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu bersumpah dengan keagungan dan kebesaran-Nya: sungguh jika kalian bersyukur kepada-Ku atas nikmat-nikmat-Ku, niscaya Aku akan menambah kalian dari karunia-Ku. Namun jika kalian mengingkari nikmat-Ku, maka sungguh Aku akan mengazab kalian, karena sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.


Ada makna yang tersirat dari Tafsir diatas bahwa jangan pernah sering melihat orang lain yang mungkin secara lahir dapat nikmat yang lebih tinggi daripada nikmat sendiri. Kalau kita tidak bisa mengelola hati nanti bisa hasud, dan juga dengki, dan kita tidak bisa bersyukur terhadap nikmat sendiri. 


Kemudian kyai awis melanjutkan penafsiran beliau dengan redaksi sebagai berikut: 


وقد أذاق الله تعالى أهل القرية الذين جحدوا نعم الله، ولم يقابلوها بالشكر لباس الجوع والخوف، بسبب ما كانوا يصنعونه من الكفر والجحود بنعم الله


Dan sungguh Allah Ta‘ala telah membuat penduduk suatu negeri yang mengingkari nikmat-nikmat Allah dan tidak membalasnya dengan rasa syukur merasakan kelaparan dan ketakutan, disebabkan oleh perbuatan mereka berupa kekafiran dan pengingkaran terhadap nikmat Allah.


Penjelasan Tafsiran diatas adalah:

Teks tersebut menjelaskan tentang akibat mengingkari nikmat Allah. Maksudnya, ketika suatu kaum tidak mensyukuri nikmat yang Allah berikan dan justru bersikap kufur serta ingkar, maka Allah mencabut kenikmatan itu dan menggantinya dengan penderitaan. Dalam kalimat itu digambarkan penderitaan berupa kelaparan dan rasa takut, sebagai balasan atas perbuatan mereka sendiri.


Penjelasan ini menegaskan bahwa syukur adalah sebab datangnya keberkahan, sedangkan kufur nikmat menjadi sebab turunnya azab. Nikmat yang tidak dijaga dengan syukur dapat berubah menjadi musibah, sebagai peringatan agar manusia kembali taat dan mengakui karunia Allah.


Sudah menjadi ciri khas Tafsir Hidayatul Qur'an bahwasanya kyai Awis mengaitkan satu ayat dengan ayat yang lain, sebagaimana surat ibrahim ayat 7 dengan surat ayat 112.


كما حكاه الله تعالى في قوله: ﴿وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً قَرْيَةً كَانَتْ عَامِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ ﴾ [النحل: ١١٢]


Dan Allah membuat suatu perumpamaan (tentang) sebuah negeri yang dahulu aman dan tenteram, rezekinya datang kepadanya dengan melimpah dari segala penjuru. Namun penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah, maka Allah merasakan kepada mereka kelaparan dan ketakutan, disebabkan oleh apa yang selalu mereka perbuat. Maksud ayat tersebut adalah Allah memberikan peringatan melalui sebuah perumpamaan.


Ditulis oleh Muhammad Sholahuddin Al-Ayyubi (Mahasantri Ma’had Aly Darul Ulum Jombang)

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1